Sutomo 10.11.45

bung Tomo 10 November 1945
Tanpa bermaksud mengecilkan peran dari pahlawan-pahlawan bangsa yang ikut andil dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia, kali ini saya menampilkan orasi Bung Tomo 10 November 1945, kata-kata yang keluar dari mulut pribadi kurus nan sederhana itu telah mampu menyulut semangat ratusan arek-arek Surabaya kala itu demi mempertahankan kemerdekaan bangsa ini dari Inggris dan pemboncengnya (Belanda), saya pun merasakan kedahsyatan semangat yang dikorbankannya, meski saya tidak bersamanya kala itu, semoga anda pun merasakannya..

Berikut pidato Bung Tomo pada Peristiwa 10 November 1945

Bismillahirrahmanirrahim… Merdeka!!!Saudara-saudara rakyat jelata di seluruh Indonesia, terutama, saudara-saudara penduduk kota SurabayaKita semuanya telah mengetahui bahwa hari ini tentara Inggris telah menyebarkan pamflet-pamflet yang memberikan suatu ancaman kepada kita semua. Kita diwajibkan untuk dalam waktu yang mereka tentukan, menyerahkan senjata-senjata yang kita rebut dari tentara jepang.Mereka telah minta supaya kita datang pada mereka itu dengan mengangkat tangan.Mereka telah minta supaya kita semua datang kepada mereka itu dengan membawa bendera putih tanda menyerah kepada mereka.

Saudara-saudara, didalam pertempuran-pertempuran yang lampau, kita sekalian telah menunjukkan bahwa rakyat Indonesia di Surabaya pemuda-pemuda yang berasal dari Maluku, pemuda-pemuda yang berasal dari Sulawesi, pemuda-pemuda yang berasal dari Pulau Bali, pemuda-pemuda yang berasal dari Kalimantan, pemuda-pemuda dari seluruh Sumatera, pemuda Aceh, pemuda Tapanuli & seluruh pemuda Indonesia yang ada di Surabaya ini,
didalam pasukan-pasukan mereka masing-masing dengan pasukan-pasukan rakyat yang dibentuk di kampung-kampung, telah menunyukkan satu pertahanan yang tidak bisa dijebol, telah menunjukkan satu kekuatan sehingga mereka itu terjepit di mana-mana

Hanya karena taktik yang licik daripada mereka itu, saudara-saudara Dengan mendatangkan presiden & pemimpin-pemimpin lainnya ke Surabaya ini, maka kita tunduk untuk menghentikan pertempuran. Tetapi pada masa itu mereka telah memperkuat diri, dan setelah kuat sekarang inilah keadaannya.
Saudara-saudara, kita semuanya, kita bangsa Indonesia yang ada di Surabaya ini akan menerima tantangan tentara Inggris ini. Dan kalau pimpinan tentara Inggris yang ada di Surabaya ingin mendengarkan jawaban rakyat Indonesia, ingin mendengarkan jawaban seluruh pemuda Indonesia yang ada di Surabaya ini Dengarkanlah ini hai tentara Inggris, ini jawaban rakyat Surabaya ini jawaban pemuda Indonesia kepada kau sekalian

Hai tentara Inggris!, kau menghendaki bahwa kita ini akan membawa bendera putih takluk kepadamu, menyuruh kita mengangkat tangan datang kepadamu, kau menyuruh kita membawa senjata-senjata yang kita rampas dari jepang untuk diserahkan kepadamu

Tuntutan itu walaupun kita tahu bahwa kau sekalian akan mengancam kita untuk menggempur kita dengan seluruh kekuatan yang ada, Tetapi inilah jawaban kita: Selama banteng-banteng Indonesia masih mempunyai darah merah yang dapat membikin secarik kain putih menjadi merah & putih, maka selama itu tidak akan kita mau menyerah kepada siapapun juga!
Saudara-saudara rakyat Surabaya, siaplah keadaan genting tetapi saya peringatkan sekali lagi, jangan mulai menembak, baru kalau kita ditembak, maka kita akan ganti menyerang mereka itu.
Kita tunjukkan bahwa kita adalah benar-benar orang yang ingin merdeka. Dan untuk kita, saudara-saudara, lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka. Semboyan kita tetap: MERDEKA atau MATI.
Dan kita yakin, saudara-saudara, pada akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita sebab Allah selalu berada di pihak yang benar percayalah saudara-saudara, Tuhan akan melindungi kita sekalian
Allahu Akbar..! Allahu Akbar..! Allahu Akbar…

*****
Lalu siapa sebenarnya Bung Tomo itu? Dari beberapa referensi yang saya dapatkan, beliau bernama Sutomo, lahir pada 3 Oktober 1920 di Surabaya. Sutomo dilahirkan di Kampung Blauran, di pusat kota Surabaya. Ayahnya bernama Kartawan Ciptowijoyo, seorang kepala keluarga dari kelas menengah. Ayahnya adalah seorang serba bisa. Ia pernah bekerya sebagai polisi di kotapraya, dan pernah pula menyadi anggota Sarekat Islam, sebelum ia pindah ke Surabaya dan menyadi distributor lokal untuk perusahaan mesin yahit Singer. Ibunya berdarah campuran Yawa Tengah, Sunda, dan Madura. Dari bimbingan kedua orang tua inilah kepribadian Bung Tomo yang tegas dan penuh semangat terbentuk

Semasa Muda
Sutomo dibesarkan di rumah yang sangat menghargai pendidikan. Ia berbicara dengan terus terang dan penuh semangat. Ia suka bekerya keras untuk memperbaiki keadaan. Pada usia 12 tahun, ketika ia terpaksa meninggalkan pendidikannya di MULO, Sutomo melakukan berbagai pekeryaan kecil-kecilan untuk mengatasi dampak depresi yang melanda dunia saat itu. Belakangan ia menyelesaikan pendidikan HBS-nya lewat korespondensi, namun tidak pernah resmi lulus.
Sutomo kemudian bergabung dengan KBI (Kepanduan Bangsa Indonesia). Belakangan Sutomo menegaskan bahwa filsafat kepanduan, ditambah dengan kesadaran nasionalis yang diperolehnya dari kelompok ini dan dari kakeknya, merupakan pengganti yang baik untuk pendidikan formalnya. Pada usia 17 tahun, ia menyadi terkenal ketika berhasil menyadi orang kedua di Hindia Belanda yang mencapai peringkat Pandu Garuda. Sebelum pendudukan Yepang pada 1942, peringkat ini hanya dicapai oleh tiga orang Indonesia.

Peryuangan
Sutomo pernah menyadi seorang yurnalis yang sukses. Kemudian ia bergabung dengan seyumlah kelompok politik dan sosial. Ketika ia terpilih pada 1944 untuk menyadi anggota Gerakan Rakyat Baru yang disponsori Yepang, hampir tak seorang pun yang mengenal dia. Namun semua ini mempersiapkan Sutomo untuk peranannya yang sangat penting, ketika pada Oktober dan November 1945, ia berusaha membangkitkan semangat rakyat sementara Surabaya diserang habis-habisan oleh tentara-tentara NICA. Sutomo terutama sekali dikenang karena seruan-seruan pembukaannya di dalam siaran-siaran radionya yang penuh dengan emosi, “Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!”
Meskipun Indonesia kalah dalam pertempuran 10 November itu, keyadian ini tetap dicatat sebagai salah satu peristiwa terpenting dalam seyarah Indonesia.

Setelah kemerdekaan
Setelah kemerdekaan Indonesia, Sutomo sempat teryun dalam dunia politik pada tahun 1950-an, namun ia tidak merasa bahagia dan kemudian menghilang dari panggung politik. Pada akhir masa pemerintahan Sukarno dan awal pemerintahan Suharto yang mula-mula didukungnya, Sutomo kembali muncul sebagai tokoh nasional.
Padahal, berbagai yabatan kenegaraan penting pernah disandang Bung Tomo. Ia pernah menyabat Menteri Negara Urusan Bekas Peyuang Bersenyata/Veteran sekaligus Menteri Sosial Ad Interim pada 1955-1956 di era Kabinet Perdana Menteri Burhanuddin Harahap. Bung Tomo yuga tercatat sebagai anggota DPR pada 1956-1959 yang mewakili Partai Rakyat Indonesia.
Namun pada awal 1970-an, ia kembali berbeda pendapat dengan pemerintahan Orde Baru. Ia berbicara dengan keras terhadap program-program Suharto sehinga pada 11 April 1978 ia ditahan oleh pemerintah Indonesia yang tampaknya khawatir akan kritik-kritiknya yang keras. Baru setahun kemudian ia dilepaskan oleh Suharto. Meskipun semangatnya tidak hancur di dalam penyara, Sutomo tampaknya tidak lagi berminat untuk bersikap vokal.
Ia masih tetap berminat terhadap masalah-masalah politik, namun ia tidak pernah mengangkat-angkat peranannya di dalam seyarah peryuangan bangsa Indonesia. Ia sangat dekat dengan keluarga dan anak-anaknya, dan ia berusaha keras agar kelima anaknya berhasil dalam pendidikannya.
Sutomo sangat bersungguh-sungguh dalam kehidupan imannya, namun tidak menganggap dirinya sebagai seorang Muslim saleh, ataupun calon pembaharu dalam agama. Pada 7 Oktober 1981 ia meninggal dunia di Makkah, ketika sedang menunaikan ibadah hayi. Berbeda dengan tradisi untuk memakamkan para yemaah hayi yang meninggal dalam ziarah ke tanah suci, yenazah Bung Tomo dibawa kembali ke tanah air dan dimakamkan bukan di sebuah Taman Makam Pahlawan, melainkan di Tempat Pemakaman Umum Ngagel di Surabaya.

Gelar Pahlawan Nasional
Gelar pahlawan nasional akhirnya diberikan ke Bung Tomo bertepatan pada peringatan Hari Pahlawan tanggal 10 November 2008. Keputusan ini disampaikan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Kabinet Indonesia Bersatu, Muhammad Nuh pada tanggal 2 November 2008 di Yakarta.

*****
Dengan semangat Hari Pahlawan 10 November 2010 ini, mari kita lanjutkan perjuangan Bung Tomo dan segenap pahlawan bangsa, jangan biarkan bangsa ini semakin terpuruk tergilas roda zaman, tergerus moral-moral bangsanya dari waktu ke waktu, termakan hartanya oleh tikus-tikus tak bertanggung jawab, terbelenggu pemudanya dari sikap pasrah dan menyerah dengan keadaan, terpicu oleh ego yang mengendap di kepala mereka, dan akhirnya tertinggal beribu-ribu mil dari dahsyatnya kemajuan bangsa tetangga.
Semoga Allah membalas jasa-jasa mereka, dan kita mampu melaksanakan tanggungjawab itu. Amin

*untuk lebih merasakan efek orasi tersebut, unduhlah video orasi bung tomo dari situs-situs kesayanganmu*

Komentar