Paradigma -> Tindakan

Pernahkah kita berpikir bagaimana suatu hal membuat kita bereaksi terhadapnya? Terkadang kita juga sadar bahwa reaksi kita berbeda dengan reaksi orang lain terhadap hal yang sama. Kemudian pada suatu saat kita bereaksi lain pada hal tersebut seiring dengan bertambahnya informasi yang kita terima. Reaksi kita, apakah itu positif atau negatif inilah yang sering menjadi standar ukur “kebijaksanaan” kita dalam menyikapi sesuatu. Saya tidak akan mengajak anda berpikir keras, saya hanya ingin berbicara mengenai sebuah kata nan fenomenal, kata yang sungguh akan berpengaruh besar pada saya, anda, dan sekitar kita. Kata itu adalah “Paradigma”. Mari kita simak sebuah ilustrasi berikut:
***
Suasana cukup sepi. Kereta api bawah tanah itu cukup padat oleh orang-orang yang baru pulang kerja. Namun tiba-tiba, suara hening terganggu oleh ulah dua orang bocah kecil berumur sekitar 3 dan 5 tahun yang berlarian kesana kemari. Mereka berdua mulai mengganggu penumpang lain. Yang kecil mulai menarik-narik koran yang sedang dibaca oleh seorang penumpang, kadang merebut pena ataupun buku penumpang yang lain. Si kakak sengaja berlari dan menabrak kaki beberapa penumpang yang berdiri menggantung karena penuhnya gerbong itu.
Beberapa penumpang mulai terganggu oleh ulah kedua bocah nakal itu, dan beberapa orang mulai menegur bapak dari kedua anak tersebut.
"Pak, tolong dong anaknya dijaga!" pinta salah seorang penumpang. Bapak kedua anak itu memanggil dan menenangkannya.
Suasana kembali hening, dan kedua anak itu duduk diam. Tak lama kemudian, keduanya mulai bertingkah seperti semula, bahkan semakin nakal. Apabila sekali diusilin masih diam saja, kedua anak itu makin berani. Bahkan ada yang korannya sedang dibaca, langsung saja ditarik dan dibawa lari. Bila si empunya koran tidak bereaksi, koran itu mulai dirobek-robek dan diinjak-injak.
Beberapa penumpang mulai menegur sang ayah lagi dengan nada mulai kesal. Mereka benar-benar merasa terganggu, apalagi suasana pulang kerja, mereka masih sangat lelah. Sang ayah memanggil kembali kedua anaknya, dan keduanya mulai diam lagi.
Tapi hal itu tidak berlangsung lama. Si anak mulai membuat ulah yang semakin membuat para penumpang di gerbong bawah tanah itu mulai marah. Beberapa penumpang mulai memarahi sang ayah dan membentak. "Pak, bisa mendidik anak tidak sich!" kata seorang penumpang dengan geram. "Dari tadi anaknya mengganggu semua orang disini, tapi bapak koq diam saja". Sang ayah bangkit dari duduknya, menghampiri kedua anaknya yang masih mungil, menenangkannya, dan dengan sangat sopan berdiri dan berkata kepada para penumpang yang ada di gerbong itu. "Bapak-bapak dan ibu-ibu semua, mohon maaf atas kelakuan kedua anak saya ini. Tidak biasanya mereka berdua bertingkah nakal seperti saat ini. Tadi pagi, kedua anak saya ini baru saja ditinggal oleh ibu mereka yang sangat mereka cintai. Ibu kedua anak saya ini meninggal karena penyakit Leukimia yang dideritanya". Bapak itu diam sejenak, dan sambil mengelus kepala kedua anaknya meneruskan ceritanya. "Mungkin karena kejadian yang menimpa ibu mereka berdua itu begitu mendadak, membuat kedua anak saya ini belum bisa menerima kenyataan dan agak sedikit shock karenanya. Sekali lagi saya mohon maaf".

Seluruh orang didalam gerbong kereta api bawah tanah itu seketika terdiam. Mereka dengan tiba-tiba berubah total, dari memandang dengan perasaan kesal karena kenakalannya, berubah menjadi perasaan iba dan sayang.
Kedua anak itu masih tetap nakal, mengganggu seluruh penumpang yang ditemuinya. Tetapi, orang yang diganggu malah kelihatan tambah menampakkan kasih sayangnya. Ada yang memberinya coklat, bahkan ada yang menemaninya bermain.
***
Pasti anda sudah dapat menangkap maksud ilustrasi di atas. Mari kita perhatikan kondisi subway itu. penumpangnya masih sama dan kedua anak itu pun masih nakal-nakal sejak pertama kali mereka berada di subway tersebut. Namun, ada suatu perubahan drastis dalam subway tersebut yang patut kita cermati. suasana di dalam subway itu menjadi berubah 180 derajat, kenapa? karena sebuah informasi. Informasi dari sang ayah kepada penumpang bahwa anak-anak tersebut sedang mengalami musibah hingga akhirnya para penumpang menjadi sayang dan iba pada anak-anak nakal tersebut. Kita tidak dapat membayangkan hal ini dapat terjadi jika sang ayah tetap diam dengan kesedihannya. Ternyata, batas antara setuju dan menolak itu sangat tipis sekali. Dan akhirnya kita tahu, bahwa yang menyebabkan semua itu adalah perubahan Paradigma mereka.
Paradigma adalah cara pandang, pola pikir, cara berpikir, kerangka berpikir atau cara kita melihat suatu fenomena dan fakta-fakta di sekitar kita. Selain terbentuk karena informasi yang sering ditangkap indera, paradigma juga terbentuk karena beberapa hal diantaranya paradigma orang tua yang sejak kecil sudah ditanamkan orang tua pada kita, paradigma Pendidikan di sekolah, teman maupun gurunya, dan juga lingkungan sosial. Semakin lama paradigma itu tertanam pada diri kita, semakin sulit ia diubah.

Karena paradigma itu sudah ada dalam diri kita dan mempengaruhi pikiran, ucapan dan tindakan kita, maka kita akan sangat diuntungkan kalau kita memahaminya. Paham akan paradigma dan pengaruhnya akan memudahkan kita melakukan komunikasi dan membuat kerjasama dengan orang lain, karena kita akan mampu memahami orang lain, membuat pikiran kita terbuka dan kreatif. Kita tidak akan mudah menvonis seseorang bersalah total akan perilakunya, kemudian akhirnya kita bisa memilih langkah bijak untuk menyadarkannya.

Misalnya dalam hal pendidikan. Orang pedesaan lebih memilih untuk mempekerjakan anaknya sejak dini dan menganggap bahwa pendidikan tidaklah harus tinggi-tinggi, pekerjaan yang jadi jaminan hidup bukan pendidikan. Sebagai insan pembelajar tentu kita menyadari bahwa tidak sepenuhnya hal ini benar. Semua orang mempunyai kewajiban untuk menuntut ilmu dari lahir sampai akhir hayat, meski ilmu dapat diperoleh di mana-mana, tetapi ilmu yang diperoleh di bangku sekolah dan kuliah menurut saya patut diperlukan untuk mengubah wajah bangsa, jika ditunjang dengan dukungan yang positif dari berbagai pihak bukan tidak mungkin anak-anak desa bisa menciptakan sesuatu yang mampu merubah peradaban. Namun, dalam kasus ini, kita tidak bisa menyalahkan mereka secara langsung, karena sebenarnya mereka sudah mempunyai paradigma yang tertanam sangat kuat dalam kepala mereka, apalagi dengan ditambah informasi-informasi miring mengenai lulusan sarjana yang hanya menjadi penganggur. Kita bisa menyadarkan mereka secara perlahan dengan memberikan informasi dan pandangan yang baru bagi mereka. Misalnya dengan adanya sekolah-sekolah tanpa biaya dan langsung ditempatkan di instansi pemerintah. ;)

Paradigma begitu penting karena orang yang mampu menguasai paradigma orang lain akan menjadi driver mereka, dan driver akan dengan mudah mengarahkan penumpangnya kemanapun ia suka. Lihat sajalah bagaimana bangsa-bangsa tertindas selama berpuluh-puluh tahun seperti Palestina masih saja menderita karena bangsa lain telah disesatkan oleh sang penjajah, lihat saja bagaimana anak-anak bangsa dijejali dengan tontonan-tontonan negatif sarat kekejaman dan seksualitas, sesuatu yang diletakkan di tempat yang salah, dan lihat saja bagaimana buku-buku sejarah menceritakan dahsyatnya seorang Karl Marx dengan Das Capitalnya mampu mempengaruhi jutaan manusia Uni Sovyet dan beberapa pemberontak PKI dengan ideologi sosialis komunisnya.

Akhirnya, hal terpenting yang dapat kita lakukan adalah menyaring segala informasi yang lalu lalang di sekitar kita, jangan biarkan informasi sampah berkarakter menjijikkan seperti tendensius, membicarakan orang lain, sarat kebohongan, berlebihan, konfrontatif, diskriminatif, subjektif, provokatif, dan hanya menguntungkan si pembuat informasi. Mari kita bersikap bijak untuk mengambil informasi yang benar-benar kita perlukan. Otak ini hanyalah satu, jika diisi dengan sampah maka keluarnya pun jadi sampah. Namun jika kita perlakukan sebagai lebah, maka kita isi dengan kebaikan nektar bunga hasilnya pun semanis madu. Telitilah dalam mengambil informasi, lakukan kroscek dengan informasi dari sumber-sumber lain dan bijaksanalah dalam mengambil keputusan. Semoga kita bisa ikut andil dalam membentuk paradigma positif pada bangsa ini demi masa depan yang lebih baik, bagiku, bagimu, dan bagi mereka.

Jakarta, November 2010
Referensi: mmfaozi.com

Komentar