Super Saturday I (taaruf 10 kali, belum berhasil)

Bukan kebiasaan saya berbagi pengalaman dengan tulisan pada khalayak umum, karena saya kurang pandai narasi, pun tak begitu tertarik membagi kisah hidup yang mungkin bagus di mata saya, tetapi buruk dimata pembaca. Namun, entah mengapa kali ini saya begitu bersemangat untuk menyampaikan pengalaman hidup saya, tepatnya yang terjadi di sebuah pusat keramaian tahunan di Jakarta. Bukan hanya ramai oleh orang tetapi juga oleh buku dan bermacam barang. Ialah Islamic Bookfair 2011.

Hari itu, Sabtu 5 Maret 2011, saya datang bersama teman, sebut saja AL. Kami baru saja melakukan perjalanan pagi dari kost masing-masing menuju kantor tempat kami diklat besok Senin. Awalnya berempat, tetapi setelah pulang dari kantor tersebut, dua orang selain kami mempunyai keperluan di Mangga Dua, sehingga kami pun hanya berdua. Saya berniat untuk melihat-lihat terlebih dahulu. AL pun sama. Mengapa tidak langsung berniat membeli? Hmm.. sekedar membuka jawaban, ini adalah keempat kalinya edisi IBF yang saya ikuti atau tak pernah absen sejak tahun 2008 (tahun kedua saya di Jakarta), belajar dari tahun-tahun sebelumnya, belanja di IBF sarat dengan emosi berlebih. Wajar saja, selain menawarkan diskon hingga 70% pada harga buku dan kitab-kitabnya, di sini juga dijual beraneka barang-barang islam. Sebagai orang yang hobi membaca dan ingin lebih tahu tentang Islam saya pun ingin membeli beberapa buku yang ada. Namun, tindakan membeli tersebut sering saya lakukan tanpa pertimbangan masak-masak, padahal anggaran yang ada tak mungkin mencukupi semua keinginan saya. Jadi dengan melihat-lihat terlebih dahulu, saya bisa mengetahui harga beberapa buku incaran, termasuk mencari harga yang termurah dari berbagai stand, sehingga saya bisa menetapkan skala prioritas, mana saja buku yang harus saya beli saat ini. Kebetulan, karena saya akan sering pulang pergi melewati Senayan, InsyaAllah masih bisa berkunjung lagi untuk membuang uang di jalan kebaikan.

Tiba di Istora sekitar pukul 09.45, dua pintu yang ada belum terbuka, tetapi puluhan orang sudah berjubel di luar, tua-muda, pria-wanita, anak kecil-dewasa, semuanya ada. Ada yang duduk-duduk di emperan tempat tanaman dan di lantai, ada yang menggandeng dan menggendong anaknya, ada juga asyik mengobrol dengan temannya. Saya menghampiri sesosok perempuan berjilbab yang duduk di dekat pintu, berniat ingin mendapatkan brosur kegiatan IBF ini. Ah, kali ini saya salah tebak, ternyata beliau adalah personel dari sebuah bank syariah pendukung acara. Baru saya tahu setelah mendapatkan brosur promosi bank darinya. “Bukanya jam berapa ya mbak?”, ada orang lain bertanya padanya. “jam sepuluh pak, bentar lagi kok”, jawabnya. Sambil aktif berdiri membagikan brosur pada orang-orang di sekitar tempatku berada. Suasana ini mau tak mau meluapkan perasaan bahagia di hatiku, melihat para saudara-saudara seiman berwajah ceria sungguh membahagiakan, memang keringat tampak bercucuran di kening dan pipi mereka, tapi kerinduan pada acara ini mungkin menafikan semua derita. Bagi kami, Islamic Bookfair merupakan salah satu momen yang kami rindukan, dimana ratusan hingga ribuan saudara seiman bisa bertemu dalam sehari, beribadah bersama, dan menuntut ilmu bersama. Melakukan transaksi jual beli yang InsyaAllah di ridhoi olehNya, dan ajang memperkaya keakraban antar teman atau anggota keluarga.


Pukul 10.00 tampak muslimah berkalungkan nametag muncul dan langsung menuju balik booth panitia. “Akhirnya datang juga”, pikirku. Bukan dia yang kunanti, tapi brosurnya lah yang kutunggu. Kali ini brosurnya lebih besar dari biasanya, karena jadwal-jadwalnya terpampang besar. Alhamdulillah… Akhirnya lima menit kemudian, dua pintu depan terbuka, saya dan AL masuk ke sebelah kanan. Stand pertama yang tampak dari luar pintu adalah Sygma Publishing. Hebat! sambil berjalan merayap di sebelah kanan sudah ada wahana mengetes kemampuan anak. Sygma adalah salah satu penerbit yang produktif dalam menerbitkan buku-buku khusus anak. Saya pun lurus saja, dan langsung tertarik melihat buku/kitab luar biasa indah. Biasa dikenal dengan Al Qur’an. Eits.. ini bukan mushaf sembarangan, kitab yang dicetak setebal 1000an halaman ini diberi nomenklatur Al Qur’an The Miracle Reference. Kitab yang di memiliki sampul bertekstur dengan pilihan warna merah dan hitam ini (hihi.. my lovely colour) mempunyai 22 macam keunggulan. Diantaranya tafsir per kata, azbabun nuzul, tafsir ath-tabari, tafsir ibnu katsir, hadits yang berhubungan, dan sirah nabawiyah. Dengan baluran aneka warna di dalamnya, rasanya ingin saya memilikinya. “Miracle ini berapa mbak?”, tanyaku pada juruniaganya. “Harganya 299ribu tapi dapat bonus satu Al Qur’an Hijaz atau Syamil”, katanya. “Oh.. gak ada diskon mbak?”. “Maaf mas, tidak ada tapi promonya memang gitu, beli satu langsung dapat bonus hijaz atau syamil, seperti itu”, jawabnya sambil menunjuk pada mushaf yang juga tidak kalah bagusnya, tapi standar isinya. Saya pun berlalu saja, hehe.. Maklum, masih lihat-lihat dulu. Namun, tak lupa nanya harganya juga pastinya. Mengenai nomenklaturnya, rasanya cukup provokatif, tapi meskipun didesain biasa saja, Qur’an emang sudah merupakan miracle di dunia ini.

Setelah sekitar 10 menit berkeliling, saya dan teman saya mulai kurang mood lagi. Akhirnya kami memutuskan ke panggung utama untuk mengikuti acara Talkshow. Bagi anda yang belum pernah ke IBF, saya sarankan anda meniatkan diri ke sana. Apalagi jika berdomisili di Jabodetabek, jangan sampai kelewatan deh. Jikalau kantong masih rata, ikuti saja acaranya. Ada bedah buku, talkshow, konser, dan seabrek acara lain yang tentunya menghibur dan menambah wawasan keislaman. Jadwal acara bisa dilihat di www.islamic-bookfair.com. Kembali ke cerita, ternyata saat itu bukanlah Talkshow, lebih tepatnya Bedah Buku. Untung masih sepi, kursi yang tersedia pun masih ada yang kosong. Kami pun langsung menempatinya. Buku yang dioperasi cesar adalah buku berjudul “Jam hijriyah, menguak konsepsi waktu dalam Islam” oleh sang penulis E. Darmawan Abdullah dan Prof. Dr. Satori Ismail. Selama dua jam bedah buku berlangsung, tampak peserta yang hadir memasang wajah serius. Jarang yang tertawa atau ngobrol sendiri, kecuali ketika Pak Darmawan mengeluarkan kelakar atau mengajak berinteraksi. Yang dapat saya tangkap adalah: 1) Beliau melakukan penelitian selama bertahun-tahun untuk membuat jam ini, ia lakukan ini untuk mengajak umat muslim mengamalkan ajaran Islam secara kaffah (menyeluruh). “Untuk syaum dan zakat kita menggunakan penanggalan hijriah tetapi mengapa untuk shalat kita menggunakan waktu dan penanggalan masehi,” ujar Pak Darmawan mengusik logika hadirin. 2) Jam hijriyah ini berlandaskan pada Surat Al-Ashr dan Surat An Naba ayat 9-11. Al-Ashr mengajarkan agar kita senantiasa mengoptimalkan waktu yang diberi oleh Allah, dan selalu bermuhasabah atas apa yang sudah terlewati. Begitupun pada jam hijriyah ini. Pak Darmawan mengenalkan penyebutan “Ashr” bukan “jam”. Sedangkan ayat dalam Surat An Naba menjelaskan bahwa Allah mencipatakan siang untuk bekerja/mencari penghidupan dan malam untuk beristirahat (pakaian). Pada jam hijriyah itu, tidak lagi ada 12 jam, melainkan 24 jam. 12 jam (6.00 – 18.00 pada jam masehi) adalah waktu kerja (work time), dan 12 jam berikutnya (19.00 – 05.00 hari berikutnya) sebagai waktu istirahat (rest time). Jika digabung, maka ketika pada jam masehi adalah pukul 10.00, jika menggunakan jam hijriyah adalah Ashr IV, artinya sudah empat jam waktu kerja sudah kita lewati, lalu pertanyaannya apakah kebaikan yang sudah kita lakukan? 3) Ini bukan lagi hal yang baru, kata Pak Darmawan, dahulu orang-orang masehi yang mencontoh pada dunia Islam pada zaman kekhalifahan, yang jamnya berbentuk gajah. 4) Menggunakan standar waktu Mecca Mean Time (MMT) bukan GMT. Alasannya Nabi Adam sebagai makhluk pertama diturunkan ke dunia di bumi Mekkah, berarti permulaan waktu dan pergantian hari dalam kehidupan manusia, seharusnya adalah dari Mekkah bukan Samudera Pasifik. Indonesia terletak pada MMT+20, atau terlambat 20 jam setelah Mekkah. 5) Pergantian hari sama seperti dalam konsep Islam, yaitu Ashr 12 atau pukul 18.00 jam masehi bukan pada tengah malam. 6) Arah putaran jam hijriyah adalah ke dari atas ke kiri (berlawanan dengan arah jarum jam), karena arah putaran ini sesuai dengan saat muslim melaksanakan thowaf. Angka 12 sebagai penunjuk pergantian menit akhirnya terletak di bawah, dengan analogi, semua dimulai dari bawah ke atas, 7) Dibutuhkan semangat yang luar biasa untuk menerapkan sistem jam Hijriyah ini, dan seharusnya dimulai dari kita sendiri. Jika ada pengguna jam masehi bertanya pada kita, tinggal menambahkan 6 jam pada jam hijriyah, jika siang hari (work time). Dan mengurangkan dengan 6 jam pada malam hari (rest time). Lihat selengkapnya di sini.

Setelah penjelasan dari kedua narasumber selesai, dimulailah sesi tanya jawab. Ada pertanyaan yang bikin kami tersenyum-senyum. Seorang Ibu, bertanya mengenai sah atau tidaknya sholat ia selama ini, karena selama ini menggunakan jam masehi. Beliau bertanya demikian, karena mengganggap serius candaan Pak Darmawan yang mengatakan malaikat akan bingung ketika mencatat sholat kita, misalnya hari Sabtu, Subuh sampai Maghrib kita sholat tepat waktu, tetapi sholat Isyanya pada jam 1 dini hari. Apakah Isya tersebut dicatat sebagai hari Sabtu atau Minggu? Padahal pada jam masehi sudah berganti hari menjadi Minggu. Namun, jika dicatat Minggu padahal hari Minggu kita sholat jam 19.00, maka akan ada dua Isya pada hari itu, jadi bingung malaikatnya.. hehe.. Pak Darmawan pun menjelaskan maksud yang sebenarnya pada ibu itu.

Jam digital pada hapeku menunjukkan 11.55, kami pun langsung meninggalkan acara (tanpa ijin) untuk mengambil air wudhu untuk menghindari antrian ketika waktu sholat tiba. Ternyata kali ini tempat sholat yang disediakan bukanlah di teras atas (keramik), melainkan di sekitar tempat parkir Istora. Meskipun agak becek2 meletakkan sandal, tapi cukup nyaman digunakan untuk sholat.
Setelah sholat saya melanjutkan petualangan menjelajahi ratusan buku dan puluhan stand di IBF2011. Capek sih.. tapi niat untuk survey habis-habisan kali ini harus terlaksana, agar dikemudian hari saya bisa langsung membeli. Kali ini AL pamit meninggalkan saya, karena ingin mencuci pakaiannya.. (Alhamdulillah saya sudah mencuci Jumat malam jam 22.30 s.d. 23.30). Kemana kaki melangkah? Saya membiarkan mereka menjadi liar. Kemana otak berpikir? Saya memikirkan buku apa dan barang apa yang harus dibeli nantinya. Bingung bukan kepalang, ketika berjalan di selasar (teras) atas yang bernama-nama tempat haji seperti Arafah, Marwah, dsb. banyak barang yang menarik hati saya. Ada tas ransel, kaos distro muslim, cd anak-anak (sebagai oleh-oleh untuk adik di rumah), gantungan kunci, poster-poster, dvd murottal, dll. Duh.. mana honor bulan ini belum cair lagi.. Yang penting tanya harga dulu deh.. hehe. DI IBF kali ini, wahana untuk anak-anak sungguh beragam, ada yang hanya untuk bermain seperti rumah karet (atau apalah namanya) atau yang juga baik untuk belajar seperti tempat peragaan fisika, mengetes kemampuan, dsb. Ajaklah anak-anak anda kemari. Kasihan di rumah sendirian.. hehe.

Atas kehendak Allah, kakiku berjalan menuju tempat sempit, sedangkan mata melihat sebuah petunjuk bertuliskan “Ruang Anggrek =>”. Alhamdulillah, beberapa kali berkunjung ke IBF belum pernah saya mampir ke ruang ini. Tanpa melihat sekitar pintu, saya pun langsung nyelonong masuk. Ada sekitar 80-100 kursi di ruang itu, barisan kanan untuk akhwat (perempuan), yang kiri untuk ikhwan (laki-laki). Saya langsung duduk di baris kedua ikhwan dan tanpa memiliki teman mengobrol.. I’m lonely.. mana belum makan lagi..

Alhamdulillah, sesuai firmanNya, rejeki memang bisa datang dari hal yang tidak terduga. Di belakang saya ada seorang pria yang rasanya lebih tua jauh di atas saya, berkulit cokelat, dan berwajah ceria. “Kali ini acaranya apa ya mas?”, tanyaku padanya karena memang aku datang kesitu tanpa rencana (lupa membuka jadwal). “tentang parenting.. “, jawabnya sambil menunjuk spanduk di samping kami. “Oh..”, tukasku sambil melihat poster besar tergantung di sampingku persis (kok tidak sadar ya..), disitu tertulis nama acaranya, saya lupa, tetapi intinya seputar Islamic Parenting (mengasuh anak dengan cara Islam), narasumbernya yang dikenal dengan Bunda Kurnia Widhiastuti, tempat dan waktu, serta penyelenggaranya yaitu Sygma Daya Insani. Jadi teringat sudah lama tidak membuat poster lagi.. hehe..
Saya tanya lagi pada orang tersebut setelah berkenalan sebelumnya, “Kesini sendirian mas?”. Lelaki bernama Emil ini menjawab, “Iya, saya masih jomblo kok”. “Lho emang umurnya berapa mas?”, kali ini pertanyaanku memang agak lancang kukira, tapi benar-benar spontan. “saya tiga puluh dua, sudah ta’aruf 10 kali belum ada yang dapat juga”, jawabnya kecut. “Wah, kayaknya obrolannya bisa berlanjut nih”, pikirku dalam hati mencoba menjadi pendengar yang baik bagi beliau. Akhirnya memang ngobrol kami berlanjut agak lama. Beliau begitu ramah, bahkan langsung memberi saya air mineral, kue arem2, dan permen. Sesaat sebelum masuk, beliau sempat membayar 25 ribu, sedangkan saya tidak. Hehe.. Sambil menunggu peserta memenuhi ruangan dan pengisi acara memulai acaranya, Saudara Emil ini menyampaikan banyak hal yang ia alami, seolah menganggap saya ini saudaranya, yang sepaham dengannya, padahal kami baru saja bertemu.

Dia mulai bercerita bahwa dia adalah seorang tukang ojek di Cikarang, Bekasi. Sebenarnya dia ingin segera menikah, tetapi sudah 10 kali ta’arufnya belum menemukan hasil. Namun, kata dia ada seorang akhwat yang sudah pernah setuju menikah dengannya, sudah di khitbah pula. Empat hari sebelum ia resmi melamar bersama orang tua ke rumah sang calon, ternyata duka menghampirinya. Sang perempuan dengan teganya memutuskan khitbah secara sepihak dengan alasan, “Maaf akhy, ana tertarik dengan ikhwan ******”. Saya cukup merinding mendengarnya, ternyata hatinya begitu besar menerima ini semua, ia masih kokoh untuk tidak lari dari syariah. Namun, ia juga butuh klarifikasi, ditanyanya sang ikhwan lain tersebut, dan ikhwan tersebut berkata, “ana sudah mengkhitbah duluan sebelum antum akhy, kalau tidak percaya mari kita tanyakan”. Setelah bertanya pada sang akhwat dan adik kandung akhwat tersebut, akhirnya ikhwan lain itupun mencabut khitbahnya. Saya agak lupa dan kurang paham dengan penjelasan dari Saudara Emil terkait perkara ini, tetapi beliau berkata “Apa ini balasan dari Allah atas perbuatannya ya..”, saya hanya bisa mengangguk dan berkata “mungkin”.

Saya juga menjelaskan tentang diri saya yang masih berusia 21 tahun, ia bilang “Malah bagus kalau masih muda”, lalu saya bilang “iya mas, ya pengennya sih tahun _________”. Beliau kemudian mengutarakan bahwa fitnah sekarang makin banyak, nenek-nenek saja memakai celana pendek, seperti tak punya malu. Sebagai tukang ojek, tentu beliau sering berpapasan dengan orang-orang semacam itu, itu nenek-nenek, apalagi yang masih remaja. “itu di Cikarang lho, yang katanya religius”, gerutunya.

Kemudian, beliau bercerita mengenai alasannya ikut acara ini, meski jauh-jauh dari Bekasi. Ia tinggal bersama keluarga kakaknya. Lagi-lagi saya agak begitu gak jelas mengenai apa yang ia sampaikan, yang mampu saya tangkap adalah, kakaknya memiliki empat anak yang paling besar adalah SMP dan paling kecil masih bayi. Sang kakak sibuk dengan pekerjaannya, hingga ia pun yang membantu mengasuh anak-anaknya. Saat itu aku hanya mencoba menjadi pendengar yang baik, tanpa berusaha bertanya banyak padanya. Namun, dalam hati saya benar-benar berempati padanya. Subhanallah.. seorang pria yang profesinya dianggap rendahan dan rawan masih menjaga diri dari hal-hal duniawi, ia masih kukuh untuk menemui pasangan dengan cara Islam, beliau juga pernah curhat pada Hidayat Nur Wahid, dan beliau dianjurkan untuk tetap sabar dan berusaha. Terlebih lagi Saudara yang keturunan Jawa tetapi sejak kecil besar di Bekasi ini telah membuat saya malu.. ia tidak segan-segan memberikan sesuatu pada orang lain, dan kali ini saya yang mendapat rejekinya, padahal saya bisa saja ikut membayar 25 ribu, tetapi urung saya lakukan. Lagi-lagi karena alasan H.E.M.A.T. Bagi saya, anda adalah orang hebat mas..

Pembicaraan dengannya pun terputus setelah MC datang dan memulai acara..

Komentar