Super Saturday II (Anak itu seperti balon)

Allahlah sang pemberi hidayah, Ia lah penuntut kedua kakiku melangkah. Atas kehendak-Nya aku dipertemukan dengan Mas Emil, atas kuasa-Nya aku berada di ruangan itu. Sungguh indah hidup ini ketika aku merasakan kehadiran-Nya. Sungguh bahagia hati ini, ketika segala ujian dan nikmat selalu kuingat nama-Nya. Ya Allah, terima kasih atas segala rahmat yang engkau berikan selama ini.

Kisahku hari Sabtu itu berlanjut ketika aku MC mulai menyeru, tidak dengan ba-bi-bu melainkan dengan suara yang merdu, mengundang perhatian dari segala penjuru. Acara Islamic Parenting itu dimulai dengan tilawah Qur’an, ayat yang dibaca adalah Surat Al-Luqman dan Ad-Dhuha. Seketika mas Emil menyeloroh, “Cara membacanya mirip .……..” (aku agak lupa dia menyebut siapa). Namun, hal itu sudah menunjukkan bahwa ia adalah pria yang selalu mengingatnya dengan mendengarkan murottal Qur’an. Betapa aku terhentak bahwa aku sudah cukup lama tidak mendengarkan murottal Qur’an lagi untuk menghapal, meski aku sering membaca Firman-firman Allah itu.

Setelah Qur’an dilantunkan dengan sangat fasih, berikutnya sang narasumberpun memasuki ruangan. Semula aku tidak mengenal narasumber, karena ia masuk dari belakang secara rombongan. Ada sepuluh orang ibu-ibu berjilbab yang membawa buku di depan tubuhnya. Mereka tidak berwarna sama, meski begitu tetap menunjukkan keanggunan mereka. Eits, bukannya aku terpesona, jika anda sadari setiap perempuan yang mengenakan jilbab akan lebih anggun daripada tidak berjilbab. Setiap melihat mereka, bagi orang yang beriman akan mengingatkan dirinya pada Allah. Ia lah yang memerintahkan itu semua, dan Ia yang tahu segala hikmah di balik instruksi tersebut. Mereka berdiri di atas panggung, membentuk formasi sejajar, dan mulai menyanyi lagu anak-anak diiringi oleh sebuah organ nan bersemangat. Kami pun diajak untuk ikut berdendang. Lagu diulang-ulang beberapa kali. Setelah selesai, salah satu dari mereka, yang berada di tengah, berbicara. Ia mengenalkan dengan singkat akan keindahan dunia anak-anak, dan bagaimana hebatnya ibu-ibu di samping kanan dan kirinya yang bisa membimbing anaknya menjadi hebat. Selanjutnya ibu-ibu itu berbicara dan menceritakan kondisi anaknya sepatah dua patah kata. Aku terkagum-kagum dengan anak-anak mereka, “Anakku usia … tahun, ketika ia ditakuti oleh teman-temannya, eh di situ ada hantu, maka ia menjawab, “ngapain takut, kan ada Allah”, kata salah seorang ibu tersebut. Subhanallah. Ternyata mereka memperkenalkan buku-buku untuk anak terbitan Sygma. Buku itu bertema Islamic Parenting, mengajak orang tua memperkenalkan Allah dan Rasulullah sejak dini, ditambah para nabi dan sahabat, serta keindahan alam semesta. Dengan begitu anak-anak akan lebih mengenal nilai-nilai luhur dalam Islam, daripada nilai-nilai dari tokoh Spongebob, Penguin Madagascar, Power Rangers, dll. Untuk saat ini aku belum begitu berminat, hehe


ilustrasi
Setelah itu hanya tinggal satu orang ibu yang berdiri di atas panggung, dan beliaulah Ibu Kurnia Widhiastuti, sang narasumber. Beliau menggantikan Bunda Neno Warisman yang seharusnya menjadi pengisi acara, Bunda Neno berhalangan karena sedang mengikuti acara mendadak. Beliau ceramah seperti sebuah deklamasi puisi, setiap kata-katanya penuh makna, diksinya indah, dan tiada pernah terbata-bata, terkadang beliau mengajak interaksi dari peserta, makin mampu menyentuh hati karena diiringi dengan denting-denting melodi organ. Jika anda berpikir ini membosankan, sungguh tidak. Ayah-ayah dan bunda-bunda yang hadir disitu kebanyakan juga mengajak anak-anak mereka. Sedangkan yang lajang termasuk aku, juga mengajak anak-anak, anaknya orang lain, tetapi sudah dewasa. (jayus, hehe). Puluhan anak-anak berusia antara 3 s.d. 9 tahun tumpah ruah di situ, mereka berlari-larian di sekeliling kami. Bermain balon, jungkir balik, bahkan menyentuh-nyentuh LCD Proyektor dan layarnya, sungguh ceria. Aku jadi ingin kembali kecil lagi, hehe. Kadang juga mereka berteriak, ada juga yang menangis, tapi suasananya tetap terjaga, K.O.N.D.U.S.I.F. Ada anak kecil yang sungguh lucu, membawa kerudung putih tetapi berasesoris layaknya peri, lengkap dengan sayap pinknya. Bagi aku yang tiada membawa anak, aku bisa lebih fokus pada kata-kata narasumber, mungkin tidak bagi ayah dan bunda yang membawa anak. Namun, sungguh indah suasana waktu itu.
Tidak lengkap rasanya jika saya tidak menceritakan apa-apa yang disampaikan waktu itu. Baiklah, semoga ilmu ini berguna bagi ayah atau bunda yang kebetulan membaca postingan ini. Mari kita simak bersama-sama:

Bunda Kurnia mengajarkan agar kita berhati-hati ketika berbicara pada anak-anak. Sering kita marah ketika kita jengkel pada mereka. Beliau mencontohkan sebuah kisah nyata dari seorang Ibu di Yogya suatu masa. Ibu itu memiliki seorang anak yang sangat menjengkelkan. “Mbok’e ono tembelek ning telapakku (Ibu, ada tahi ayam di kakiku)” Bunda Kurnia mendiskripsikan sifat anak yang menjengkelkan itu. Sang ibu pun langsung menghampiri anaknya, dibersihkannya kotoran ayam itu di kaki anaknya. Kemudian ia kembali ke dapur. Anak itu merengek lagi, sekarang ia malah ingin kotoran ayam itu dikembalikan ke kakinya. Sampai disini mungkin kita sudah jengkel, tapi ibu itu tetap menuruti permintaan anaknya, ditempelkannyalah kotoran itu lagi pada kakinya. Kemudian, beberapa saat kemudian, anak itu mulai merengek lagi, “Kok, tembeleke benyek? (kok kotorannya lembek?)”. Ternyata ia ingin kotoran yang tadi bukan yang lembek seperti sekarang. Jika kita menjadi ibu itu mungkin kita sudah memarahinya habis-habisan, tapi luar biasanya ternyata ibu itu justru berdoa, “Kowe kok ngono to le.. mugo2 besuk iso dadi jenderal sing sukses”. Ibu itu berdoa agar anaknya menjadi orang sukses. Sekarang, anak itu sudah benar-benar menjadi jenderal, ternyata doa ibu tersebut telah dikabulkan oleh Allah. Jadi, berhati-hatilah dengan kata-kata anda ketika memarahi anak, jika anda melakukannya terus menerus, padahal anda tidak tahu kapan Allah mengabulkan doa tersebut, maka bisa jadi kata-kata buruk anda akan menjadi kenyataan. Jika Allah sudah menyetujui kata-kata itu, maka KUN FAYAKUN, semua akan terjadi. Bunda Kurnia berujar, “Salah satu psikolog pernah berujar bahwa penyebab KD bercerai dengan Anang adalah.. karena KD sering menyanyikan lagu Menghitung Hari.. lagu itu berbicara mengenai perpisahan kan.. apalagi KD juga menyanyi I’m Sorry Goodbye”. Wah.. tampaknya kita harus membiasakan berbicara positif nih..

Pelajaran kedua, Rasulullah sering mengelus anak-anak kecil yang ditemuinya. Beliau mengelus mulai dari tengkuk (leher belakang) sampai ke punggung anak tersebut. Hikmahnya menurut ilmu kedokteran adalah terjadinya 1,8 juta sambungan pada neuron otak anak tersebut. Otak bayi terus berkembang cepat sampai umur 10 tahun, jika terus disentuh maka efeknya akan memperbanyak jumlah neuron pada otak itu dan akan menyebabkan kemampuan otak bisa maksimal. Ingatan yang baik pada anak harus dimanfaatkan dengan baik oleh orang tuanya. Ayah dan bunda harus terus mengingatkan ketika waktu sholat datang, bukan hanya sekali, tetapi harus berkali-kali.
Kemudian, beliau menjelaskan bahwa “Anak kecil itu seperti balon”. Sedangkan orang tuanya adalah sebagai peniup. Ada orang yang ingin punya balon, tetapi tidak diijinkan Allah mempunyai balon, ada yang sudah diberi balon, tetapi tidak mampu meniupnya. Mengenai tiup meniup ini, Bunda Kurnia menjelaskan bahwa ada beberapa karakteristik dari balon yang ditiup, yaitu:

1. Dia bisa ditiup, tetapi bocor
Sampai umur enam tahun, anak ini terus dibimbing dengan baik, diajari mengenai berbagai macam hal sejak usia dini. Hal itu menyebabkan dia menjadi anak yang hebat. Namun, ternyata ilmu yang diajarkannya hanya seputar ilmu dunia bukan ilmu akhirat (agama). Akhirnya anak itu dianalogikan sebagai balon yang bocor. Jadi orang hebat di dunia tetapi jauh dari Tuhannya. Bisa saja hal itu menyebabkannya kepintarannya membuatnya terjerumus pada kemaksiatan.

2. Dia bisa ditiup, tetapi meledak
Orang tua dari sang anak sangat berambisi agar anak tersebut menjadi seseorang yang dia inginkan, diajarinya berbagai macam hal baik itu ilmu dunia ataupun akhirat. Namun, ia tidak mengetahui pola asuh yang benar. Anak yang terlalu tertekan menyebabkannya justru mencari hal-hal lain sebagai bentuk pelampiasan. Hal-hal berbau pornografi diumbar di berbagai media, kondisi anak yang masih jauh dari orangtua menjadikannya terjerumus pada hal haram ini. Seperti yang saya ketahui dari hasil penelitian, bahwa porno menyebabkan seseorang mengeluarkan hormon endorphin secara kontinyu, hormon inilah yang menyebabkan kesenangan-kesenangan semu dan membuatnya ingin yang lebih dan lebih dari yang ia lihat sekarang. Jangan heran jika akhirnya banyak anak melakukan pencabulan, pemerkosaan, dan pelecehan seksual. Namun, karena terlalu banyak produksi yang disalurkan ke otak, akhirnya hormon ini menyebabkan kematian sel otaknya.

3. Dia ditiup oleh orang lain
Ketika Bunda Kurnia menampilkan slide tentang ini, saya berkata pada mas Emil, “ini nih mas..”. Beliau sambil tersenyum menjawab, “Iya…”. Maksud saya adalah memancing perhatian mas Emil agar lebih fokus karena bahasan ini sesuai dengan yang dialaminya, harus mengasuh anak kakaknya yang sibuk bekerja. Tentu pembaca sudah banyak mengetahui kasusnya. Banyak orangtua yang hebat di kantornya, mencapai karir bagus, menjadi orang andalan, dsb. Namun, kesibukan itu menyebabkannya jauh dari keluarganya. Adalah hal yang wajar jika sang ayah bekerja sedangkan ibu mendidik anaknya di rumah. Namun, dengan adanya kesempatan luas bekerja bagi kaum perempuan, makin banyak ibu-ibu yang ikut bekerja, mencari penghasilan tambahan untuk keluarga. Jika ia mampu profesional baik di kantor maupun di rumah, tentu tidak ada masalah. Namun, kenyataannya hal ini memang sulit, harus ada yang menjadi prioritas. Bunda Kurnia menceritakan sebuah kisah nyata. Ada seorang ibu muda yang hebat di tempat kerjanya, tiap berangkat ke kantor, anaknya yang masih balita dititipkannya pada seorang pengasuh. Pada suatu pagi, anaknya ini ingin dimandikan oleh bundanya, bukan oleh si mbak pengasuh. Namun, karena ibu karir tersebut harus segera berangkat ke kantor karena ada meeting penting ia menolak permintaan anaknya itu. “Mbak, tolong mandikan anak ini ya.. saya harus segera berangkat”. Anak itupun akhirnya dimandikan oleh pengasuhnya. Namun, ketika ibu karir tersebut sedang berada di kantor ada bunyi hape berdering, diangkatnya hape yang sudah sering ia pegang. Tubuhnya mendadak tersontak setelah mendengar pesan yang disampaikan oleh seseorang via hape tersebut bahkan hampir membuatnya pingsan. Sang anak yang tadi pagi meminta dimandikan ternyata masuk rumah sakit dan dalam kondisi yang kritis, tetapi semua sudah terlambat, maut memang tak pernah bisa ditunda atau dipercepat, semuanya yang bernyawa pasti kembali kepada-Nya. Anak itupun telah meninggalkan dunia ini. Saat memandikan jenazah anaknya, sang ibu hanya bisa menangis sejadi-jadinya, dalam hatinya ia hanya bisa berkata, “Bangun nak… bangun anakku… ibu mau memandikanmu nak, tapi bukan yang seperti ini.. bangunlah nak.. ibu akan selalu menemanimu..”. Semua telah terjadi, rasa penyesalan memang datang setelah nasi menjadi bubur, semoga Ibu itu bisa mengambil hikmahnya, begitupun dengan kita.

4. Inilah yang paling dianjurkan, balon ditiup sampai terbang
Ayah dan bundanya telah mengetahui metode yang benar-benar brilian dalam mengasuh anak. Itulah metode Islamic Parenting, di mana anak-anak dikenalkan kepada Allah dan Rasulullah sejak dini sehingga mencintai Allah dan menjadikan Rasulullah sebagai panutannya, juga dengan mengenalkan para nabi dan sahabat yang mengajarkan keagungan akhlak, dan mengajarkan alam semesta sebagai makhluk dengan segala keindahannya, semua itu tentunya dengan mengenalkannya pada aktivitas membaca. Satu atau dua cerita setiap hari bagi mereka adalah lebih baik daripada menonton televisi. Ayah dan Bunda harus mendidik mereka dengan keteladanan. Bunda Kurnia memberikan simulasi, bahwa indera mata lebih mudah ditangkap daripada telinga. Ketika ia mengajak peserta memegang dahi, ternyata banyak peserta yang memegang dagu karena Bunda Kurnia juga memegang dagunya. Ya.. kami para peserta pun jadi sadar bahwa mengajak orang lain, termasuk juga anak sama saja dengan kebohongan tanpa kita mampu memulai terlebih dahulu mengerjakan apa yang kita inginkan mereka lakukan.

Sambil membawakan ceramahnya itu, terkadang beliau juga menghampiri peserta. Dengan setelan jubah merah tua dan jilbab kuningnya beliau juga bercerita dengan pengalaman pribadinya. Suatu hari ketika sedang mengisi acara di Bandung, anaknya yang SD mengirim sms berkali-kali padanya. Isinya seperti “Mom, I love you”. “I love you full”, dsb. Bunda Kurnia pun menjawab pesan-pesan cinta sang buah hati tersebut dengan kata-kata sama. Namun, beliau terkejut ketika akhirnya sang anak mengirim pesan yang menyebutkan nilai-nilai ujiannya.. Nilainya ada yang 4,3; 5; 6; dan tertinggi Agama bernilai 8. Bagi kita mungkin bisa-bisa jengkel akan hal ini, tapi padahal sebenarnya anak itu sudah cerdas sudah menyajikan nilai rapotnya dari yang paling kecil sampai yang besar, sang Bunda pun akhirnya menjawab kurang lebih seperti ini, “Lho kok bisa begitu?? Gakpapa sayang.. yang penting terus berusaha ya. I love you”. Luar biasa..

Dan akhirnya sampai juga di penghujung tausiah beliau. Bunda Kurnia mengajak kami semua berintrospeksi. “Apa yang akan anda lakukan, ketika pintu rumah anda diketuk.. dan ketika anda membukanya, ternyata ada Rasulullah Muhammad SAW lah orang yang berkunjung?”. Dengan menggerakkan jarinya pada tuts-tuts organ, sang pengiring musik memainkan melodi lagu “Rindu Kami Padamu”. Bunda Kurniapun mulai menyampaikan kata-kata renungannya, “Duhai Rasul, jangan kau marahi kami, karena belum ada ruangan jamaah dalam rumah kami”. Sejurus kemudian, beliau menghampiri seorang peserta yang di depan, menanyakan apa yang akan dilakukannya, dan perempuan yang persis di depan saya itupun menangis, hanyut pada gelombang muhasabah yang narasumber bawakan. Sedangkan seorang pria peserta lain ketika ditanya, ia menjawab akan menanyakan segala hal pada Rasul, termasuk cara mendidik anak. Muhasabah ini pun diakhiri dengan kesimpulan oleh Bunda yang bijak tersebut.

Sekian dulu ya cerita saya. Akhirnya saya pun berpamitan dengan mas Emil sambil mendoakannya agar segera menemukan pasangan hidupnya. Setelah sholat Ashar dan satu jam berkeliling lagi, saya pun memutuskan pulang pada jam 16.50an. Betapa berharganya pengalaman hari ini. Alhamdulillah

Komentar