Kaping telu, wong kang sholeh kumpulono..


Siapa yang sering bersama penjual minyak wangi, maka ia pun akan menjadi wangi..

Perumpamaan Rasulullah dalam sebuah sabdanya itu mengingatkan kita untuk berhati-hati dalam memilih teman. Ada kaidah penting yang bisa kita jadikan patokan untuk tetap menjadi muslim yang gaul. Seandainya hati kita bagaikan pensil warna yang berarti kita bisa mewarnai kertas di hati orang lain, maka berkawanlah sebanyak-banyaknya tanpa memilih. Karena jika kita orang baik, maka jika teman kita bersifat buruk akan terpengaruh pada kita sehingga menjadi baik. Sebaliknya, jika menurut pikiran sadar kita, bahwa hati kita bagaikan kertas yang berarti lebih mudah untuk dipengaruhi daripada mempengaruhi, maka berhati-hatilah dalam memilih teman, pilihlah orang-orang yang menjadikan kita lebih baik.

Sore ini, seperti tiap minggunya, aku mengamalkan Tombo Ati yang ketiga. Berkumpul dengan orang-orang sholeh menurutku sangatlah penting. Dengan begitu aku mampu mencegah munculnya sifat ujub yang merasa diri paling banyak beramal, juga mampu meningkatkan kesadaranku untuk terus berbenah dan memperbaiki diri setiap kali melihat wajah-wajah sholeh mereka. Ya, kami menyebutnya liqo’, kegiatan ini sudah menjadi agenda mingguanku di sini, sama seperti masih di Jawa. Duduk melingkar, mengaji, dan berdiskusi tentang Islam kuyakini mampu menggemblengku menjadi pribadi yang lebih dekat pada Tuhanku. Meskipun tiada guru asuh (murobbi) karena keterbatasan SDM di Wamena, diskusi ilmu setiap liqo’ selalu seru. Liqo’ kali ini diadakan di sebuah asrama milik sebuah yayasan pendidikan Islam, sedangkan materi yang didiskusikan adalah iman keenam, yakni Qada’ dan Qadar.

Setelah pembukaan dan dilanjutkan dengan tilawah Quran oleh sekurangnya sebelas orang peserta, Pak Bambang yang telah diberi amanah menyampaikan kultum, langsung membawakan materi Qada’ dan Qadar.  Guru SMA yang mempunyai nama depan sama dengan saya itu memulainya dengan membacakan sari tilawah dari beberapa ayat Quran, diantaranya Surat Al Hijr ayat 15: “Tidak ada suatu umatpun yang dapat mendahului ajalnya, dan tidak (pula) dapat mengundurkan (nya)”, dan Surat Ar-Ra’d ayat 26: Allah meluaskan rezki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. Mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit).” Kemudian beliau menambahkan dengan penjelasan menarik, mungkin saja ada beberapa orang yang berasal dari satu SMA lulus bersama. Namun, beberapa tahun kemudian, ternyata takdirnya berbeda, ada yang kuliah di Keuangan dan kemudian bekerja di KPN (nama lama KPPN-red), ada yang menjadi Guru, ada yang menjadi tukang bakso, malahan ada juga yang menjadi tukang sapu. Ternyata takdir orang itu berbeda-beda, bahkan jalan hidup seseorang itu sudah ditentukan sebelum dia ada dalam kandungan. Namun demikian, manusia diwajibkan untuk terus ikhtiar, dan mensyukuri setiap takdirnya. Jika ada sebuah mobil, tidaklah semuanya menjadi kacanya, atau joknya, bisa saja menjadi rantainya ataupun bannya, tetapi semua itu tetaplah berguna. Maka apapun pekerjaan yang kita geluti harus kita syukuri. Syukur bukan berarti tidak berkembang, syukur adalah mencoba melakukan yang terbaik. “Misalnya saja yang saya alami, terkadang setelah menjadi Guru, ternyata ada informasi bahwa di daerah-daerah pemekaran ada insentif lebih besar, maka bisa saja Guru itu pindah ketempat tugas yang lain”, kata beliau. Menurut beliau, jika baru beberapa bulan dia sudah pindah, maka artinya dia tidak bersyukur. Kecuali jika ia memang sudah berbuat yang terbaik sekian lama lalu belum juga berubah, maka ia bukan dikategorikan orang yang tak bersyukur.

Setelah materi kultum disajikan, biasanya setiap orang dari kami menanggapi. Misalnya, pada kesempatan ada peserta yang sharing ilmu, bahwa manusia diwajibkan berbuat kebaikan, tak perlu risau melihat apa yang akan terjadi, dan apa pendapat orang lain tentang kebaikannya itu, terus saja lakukan dengan ikhlas, karena Allah pasti akan memberikan balasan, entah di dunia maupun di akhirat. Al Akh tersebut juga menyampaikan bahwa kiranya ada sebuah takdir yang tidak nyaman, misalnya kecelakaan mobil, maka sesungguhnya ada hikmah dibalik peristiwa itu, mungkin Allah sedang memberi rezeki pada hamba-Nya, seperti dokter dan tukang bengkel mobil. Kemudian Pak Bambang dan peserta yang lain menanggapinya dengan argumen-argumen hikmah berdasarkan ilmu agama yang telah mereka miliki dan amalkan. Hal tersebut membuat suasana diskusi menjadi cair dan segar. Hingga kemudian, pendapat terakhir disampaikan oleh Pak Haji Agus sekaligus menjawab pertanyaan mengenai orang yang tidak sholat apakah bisa masuk surga. Beliau yang juga seorang alim, menjawab dengan meyakinkan  bahwa untuk mendapat Ridho Allah, maka kita harus Ridho juga pada Allah. Kita kan sudah mengakui lahir batin bahwa Allah adalah Tuhan kita, maka otomatis kita harus mengerahkan fisik kita untuk bertindak sesukanya. Bagaimana mungkin kita mengakui Allah hanya batin saja tanpa aksi fisik. Maka wajar saja, jika sholat menjadi kunci orang masuk surga.

Setelah menikmati suguhan ilmu rohani dan juga suguhan makanan ringan dari tuan rumah, akhirnya ketika jam menunjukkan beberapa menit sebelum Azan Maghrib, Liqo’ kali ini ditutup dengan doa penutup majelis. Ending-nya, Pak Bambang menunjukku sebagai petugas kultum pada acara mingguan ini untuk pekan depan.

“InsyaAllah”, jawabku.

Komentar