Lex specialis derogat legi generali



Mengutip dari Wikipedia.com, Lex specialis derogat legi generali adalah asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis). Contohnya, dalam pasal 18 UUD 1945, gubernur, bupati, dan wali kota harus dipilih secara demokratis. Aturan ini bersifat umum (lex generalis). Pasal yang sama juga menghormati pemerintahan daerah yang bersifat khusus (lex specialis), sehingga keistimewaan daerah yang gubernurnya tidak dipilih secara demokratis seperti Daerah Istimewa Yogyakarta tetap dipertahankan.

Kaidah yang menggunakan bahasa Belanda itu menurutku tidak hanya berlaku pada ranah hukum. Ternyata di di dunia kerja pun, orang yang mempunyai keahlian lebih spesial itu ternyata lebih diutamakan daripada yang biasa-biasa saja. Pengutamaan itu kemudian berimbas pada hasil yang ia peroleh. Contohnya, dokter bedah tentu gajinya lebih fantastis daripada dokter umum.  Dosen, yang notabenenya mengajar pendidikan tertentu penghasilannya berkali-kali lipat dari gaji seorang guru SD yang mengajar semua pendidikan dasar. Bahkan dalam hal sederhana macam pedagang kaki lima, siapa yang lebih jago dan mahir dalam memasak dan menyajikan, pasti makin banyak orang yang beli, dan penghasilan hariannya pun yang paling besar. Menurutku, semua ini menunjukkan bahwa satu ilmu saja jika kita geluti dan kembangkan akan lebih menjanjikan daripada banyak ilmu yang kita serap tetapi hanya setengah-setengah kita amalkan.

Pendidikan di Indonesia memang belum sempurna. Sejak kecil, beberapa orangtua memaksakan anaknya harus bisa menguasai semua mata pelajaran, agar ketika pembagian buku rapor, ia mendapatkan rangking satu. Dan ketika ada nilai merah di salah satu mata pelajaran, mati-matian orangtua mengkursuskannya di lembaga kursus dan mengurangi waktu bermain anak. Menurutku ini sudah salah. Setiap manusia dilahirkan di dunia tentu sudah dianugerahi kelebihan tertentu (baca: bakat) dari Sang Khalik. Kelebihan itu akan semakin terekspos dalam bentuk minatnya akan sesuatu. Logis memang, ketika sang anak sudah mengenal sesuatu dan ternyata ia sadari ia mampu melakukan lebih daripada teman-teman sebayanya, maka ia akan semakin tertarik pada yang satu itu. Bakat dan minat inilah yang harus dicari dan digali oleh sang orangtua sejak anaknya masih batita, dengan memberi dan menyediakan sarana dan prasarana penunjangnya. Hingga ketika anak sudah beranjak dewasa, orangtua pun tak perlu risau jika anak lebih tertarik pada satu ilmu daripada ilmu yang lain. Kita harus percaya, bahwa Allah yang mempunyai skenario kehidupan, sudah memberikan kita naskah untuk menjalani peran tertentu yang Ia mau. Suatu saat, anak itu akan menjadi besar dan menjadi orang hebat dalam bidang tertentu. Percayalah..

***

Tulisan ini kurang lebih terinspirasi dari diriku sendiri, bahwa ketika aku menjadi orang-orang biasa-biasa saja (medioker) ternyata aku menjadi kurang berarti. Ketika aku mau kuliah aku tak punya daya ledak yang besar untuk meminta orangtua menyetujui pilihanku ke Desain Komunikasi Visual. Ujung-ujungnya aku beralih ke STAN. Alhamdulillah disitulah aku menemukan minat dan bakatku sesungguhnya, dunia desain grafis. Ya, aku mempelajari sendiri seni ini dan semakin terasah ketika aku sudah di kampus Bintaro, melalui beragam aktifitas keorganisasian yang aku geluti di sana, satu seksi langganan, Publikasi dan Dokumentasi. Sampai sekarang, aku belum menjadi orang besar dengan minat ku ini, aku berharap bisa menggelutinya di suatu masa, Semoga...

Komentar

  1. Niceee !!!

    http://sidetek.blogspot.com/

    BalasHapus
  2. Sekedar info :
    "Lex specialis derogat legi generali "
    Ini bukan berasal dari bahasa Belanda, tetapi bahasa Latin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih infonya ya, saya hanya menyadur dari salah satu tulisan. Maaf

      Hapus

Posting Komentar