Senin malam, aku mendapat kejutan dari Tuhanku. Akhir-akhir
ini aku memang jarang bangun malam untuk berkhalwat dengan-Nya. Alarm hape dan jam weker yang kupasang memang masih
normal, tetapi tekad dan semangat melawan kantuk dan dinginnya cuaca ternyata
belum begitu kuat. Hingga ketika dua alat pembangun tersebut berbunyi, secara
setengah sadar aku matikan mereka dan melanjutkan petualangan di alam mimpi.
Karena ada kewajiban sholat Subuh tepat waktu berjamaah, maka belakangan ini
akhirnya aku nyerah tahajud dan kuatur jam agar berbunyi tepat ketika azan
Subuh berkumandang. Cara ini cukup efektif, karena ketika jam berbunyi
bersamaan dengan azan, aku langsung mendengar panggilan-Nya, dan membuatku
bergegas bangun saat itu juga.
Malam itu, sekitar pukul 22.00, mataku sudah terasa berat,
maka kuputuskan untuk membaringkan tubuh dan memejamkan mata. Lain dari
biasanya, entah mengapa ada keinginan untuk tidak mengenakan selimut, padahal
hujan yang terdengar saat itu masih menandakan bahwa suhu akan semakin dingin.
Setelah memastikan semua pintu terkunci, aku mengistirahatkan badanku di
selembar kasur busa jumbo.
Pukul 03.00 dini hari, aku dibangunkan-Nya. Normal terjadi,
ketika bangun tidur pasti langsung ingin ke belakang untuk mengeluarkan air
seni yang telah ditampung semalaman. Ketika aku menginjakkan kaki di lantai,
aku langsung tersentak. Basah dan dingin terasa di telapak kaki.
Astaghfirullahaladzim, ternyata sebelum aku tidur, aku lupa mematikan pompa
air. Beberapa saat sebelum tidur aku memang sempat menyalakan pompa dengan
sebab habisnya air di bak mandi. Namun saat mau tidur itu, aku terlupa. Ini
juga berkat andil suara hujan yang mampu menyaingi berisiknya suara pompa
menyala.
Saluran air di kamar mandi ku memang tidak terlalu lancar.
Masalah ini bahkan sudah dialami oleh penghuni rumah dinas ini sebelum aku.
Meskipun demikian, sebenarnya tidak menjadi masalah berarti bagiku. Malam itu
memang di luar dugaan. Karena bak sudah penuh maka airpun meluap. Mungkin
karena debit air yang masuk saluran terlalu besar, jadinya air pun meluap.
Terjadilah banjir lokal, yaitu di dekat pintu kamarku dan di ruang tamu. Dua
ruangan ini memang lebih beberapa mili lebih rendah dari kamar mandi. Mataku
sudah terjaga, pikiranpun sudah tersadar, bahkan menjadi bingung dan salah
tingkah. Apa yang harus kulakukan? Setelah mematikan pompa, akhirnya kuputuskan
kembali ke atas tempat tidur untuk menunggu air kamar mandi surut kembali. Lima
belas menit kemudian, aku menengok kamar mandi. Menahan kencing terlalu lama
tentunya tidak baik. Alhamdulillah, kulihat air di lantai kamar mandi sudah
tidak menggenang lagi.
Kamar satu lagi yang kupakai untuk menempatkan pakaian dan
melaksanakan sholat munfarid memiliki posisi yang lebih tinggi dari kamar
mandi. Artinya, alhamdulillah tidak ada air sedikitpun yang membasahi lantai.
Maka, kuputuskan untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk melaksanakan
ibadah malam di tempat tersebut. Masalah lantai kamar tidur dan ruang tamu
basah beberapa mili meter, itu urusan ke dua puluh sembilan. Yang jelas, aku
harus memanjatkan syukur terlebih dulu pada Tuhanku. Bersyukur dimudahkan untuk
qiyamul lail, dan bersyukur bisa bangun pada jam 03.00 untuk mematikan pompa
air. Tentunya banjirnya akan semakin parah jika aku bangun satu setengah jam
kemudian. Alhamdulillah..
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus