Sholat berjamaah melatih kedisiplinan | semuasayangislam.wordpress.com |
Kebiasaan sholat berjamaah pada kelima-limanya waktu sholat
memang baru kurintis saat sudah kuliah. Banyaknya teman yang bersemangat dan
pemahamanku atas ilmu yang kuperoleh dari beberapa sumber kali itu membuatku
tersadar untuk menjadikan sholat berjamaah di masjid menjadi kebiasaan positif.
Saat memulai pertama memang beratnya bukan main. Wajar, sebelum aku di kampus,
aku hanya melaksanakan sholat di masjid ketika Maghrib, sholat Jumat, dan sholat
Id. Maka, godaannya waktu itu sungguh besar. Wah kalau aku ke masjid karena
banyak teman entar riya. Wah kalau aku ke masjid udah makan waktu dua puluh
menit, padahal kalau sendiri cuma lima menit. Begitulah bujukan-bujukan syetan
yang membuat galau alias was-was. Namun, seiring berjalannya waktu, hal yang
berat itu akhirnya menjadi gampang. Justru sekarang, ketika sudah terdengar
panggilan adzan, rasa-rasanya ada yang mengganjal di hati jika aku tidak
menggerakkan tubuhku pergi ke masjid. Itulah namanya kebiasaan. Kegiatan apapun
akan terasa gampang jika kita telah terbiasa, bahkan rasanya ada yang kurang
jika kebiasaan itu tidak dilaksanakan.
Masalah belum berhenti sampai disitu. Sholat berjamaah sih
sholat berjamaah, di awal waktu sih di awal waktu, sholat di masjid sih memang
sholat di masjid. Akan tetapi, sering masbuk tidak? sering dapat sholat
Qabliyah tidak? Nah, inilah masalahnya. Terkadang aku masih kurang disiplin
untuk datang tepat atau sebelum waktunya. Resikonya, sering ketinggalan
beberapa rekaat dan gagal menempati shaf pertama. Padahal, aku pernah membaca
bahwa makmum yang sering ketinggalan alias masbuk, banyak ruginya. Tentunya
tidak sama balasan yang diberikan Allah, ketika kita tepat waktu dengan ketika
kita masbuk. Ini yang masih harus aku tingkatkan. Kedisiplinan dalam beribadah.
Ngomong-ngomong tentang disiplin, kita hampir selalu ingin
disiplin pada urusan-urusan dunia. Coba ingat-ingat, bagi kita yang sering
nonton konser ataupun bioskop, pasti rasa-rasanya ingin selalu datang tepat
waktu, begitu khawatir jika ada adegan ataupun aksi panggung yang terlewat.
Bercampur malu, karena harus melewati orang-orang yang sudah dulu datang di
bioskop atau konser. Sama halnya dengan ketika kita sudah ada janjian dengan
teman untuk bermain futsal. Rasa-rasanya lima menit saja terlambat, bikin hati
nggak enak. Lalu Bams, apa hubungannya dengan kedisiplinan sholat di atas?
teman-teman pasti sudah tahu kemana alur cerita yang saya susun berakhir. Hehe
Ngomong-ngomong tentang kedisiplinan sholat berjamaah lagi
yuk. Beberapa hari yang lalu aku sempat gondok oleh tingkah seorang imam.
Kronologisnya begini, aku datang ke masjid untuk melaksanakan sholat zuhur
beberapa menit sebelum waktu sholat dimulai. Jarak waktu antara azan dan iqamah
sudah ditentukan dan ditempel pada dinding masjid. Penunjuk waktu sholat hari
ini dan jam dinding pun ada. Karena tinggal dua menit lagi, maka setelah
berwudhu aku urungkan niat untuk melaksanakan sunnah Qabliyah. Saat itu sudah
ada orang yang sedang menjalankan sholat sunnah. Sepertinya mereka akan sudah
selesai ketika waktu jeda 15 menit sudah tercapai. Namun, tiba-tiba. Sang imam
datang dan tanpa merasa ditunggu langsung melaksanakan sholat sunnah juga,
padahal waktunya iqamah telah tiba. Ah, tahu begini, aku sholat sunnah juga
dari tadi. Imam kan pemimpin, kok nggak disiplin gitu ya..
Hikmah dari peristiwa tersebut harus kuambil. Ternyata,
disiplin itu memang tidak mudah. Baik saat mendatangi acara, menunaikan
kewajiban, terlebih lagi saat melaksanakan ibadah. Pemimpin pun belum tentu
mampu menegakkannya dengan istiqamah. Namun, anehnya pada hal-hal dunia yang
‘asyik-asyik’ kita begitu termotivasi tepat waktu. Untuk nonton bioskop,
konser, sepakbola, bermain futsal, dll. Maka, menurutku yang harus kita ubah
adalah cara pandang kita dalam menyimpulkan keuntungan dan kerugian dari suatu
kegiatan. Semakin benar kita memandang untung dan rugi tersebut, semakin
mudahlah kita tergerak untuk disiplin. Seandainya saja kita tahu bahwa sholat
berjamaah di masjid, pada awal waktu, shaf pertama, dan terutama saat sholat
Shubuh itu lebih berharga dari bumi dan seisinya, lalu kita sadari betapa
ruginya kita jika menyia-nyiakan pahala sebesar itu, maka seharusnya kita
sangat tergerak untuk melakukannya. Namun, kita selama ini seolah menganggap
hadits-hadits dibalik fiqih itu seakan-akan omong kosong dan bualan. Hingga
meremehkan itu semua dan tidak merasa rugi sedikitpun ketika tidak berhasil
meraihnya. Bahkan, ketika peluang itu di depan mata, misalnya setelah sebelumnya kita nonton pertandingan bola liga eropa -yang kebanyakan dimulai sejak dini hari, kita malah dengan santainya terbuai kembali dalam lelap.
Innalillahi.
Semoga Allah membukakan hati-hati kita untuk menemukan ruh
kita sebenarnya, untuk kembali bersemangat dalam beribadah, untuk selalu
berlomba-lomba mengisi shaf terdepan dan membersamai jamaah sejak takbiratul
ihram dilaksanakan, dan untuk membawa kebiasaan disiplin itu semua menjadi
kesuksesan. Amin..
aku tidak sependapat, mbang. Walau jarak antara adzan dan iqomah sudah ada, tetep iqomah itu hak imam.
BalasHapusthanks komen dan pendapatnya Ded,
BalasHapusmemang betul sih, cuma ya jangan setiap hari datang mepet2 gitu lah..
aku jadi kangen Masjid Annur PJMI, suasana beribadah yang paling nyaman yang pernah kurasakan, ya nggak?