10 Tahun Lebih, PNS Pusat di Pegunungan Tengah Papua Terabaikan



Pernahkah anda membayangkan jika harga premium tiba-tiba menjadi Rp 20.000 per liter? atau ketika harga beras kualitas bagus Rp 18.000 per kilo? atau barangkali pernahkah anda membeli satu zak semen saja seharga Rp 475.000? saya tawarkan anda untuk berkunjung ke Pegunungan Tengah Papua, karena di sana anda tak perlu lagi membayangkannya. Ini nyata, di daerah yang masih memakai mata uang rupiah.

Di Pegunungan Tengah Papua masih ada denyut kehidupan. Kawasan yang topografinya berupa bukit-bukit berlapis ini terdiri dari beberapa kabupaten/kota, di antaranya adalah Kabupaten Jayawijaya. Jayawijaya yang beribukota di Wamena ini merupakan pintu gerbang masuknya barang dari Jayapura sebelum didistribusikan ke Kabupaten-kabupaten sebelah. Harga-harga yang telah penulis sampaikan pada paragraf sebelumnya merupakan harga terkini di Wamena, bisa kita bayangkan untuk di pintu masuk saja sudah sedemikian tingginya, bisa 2 s.d. 4 kali lipat harga di Jawa. Lalu bagaimana lagi dengan harga di kabupaten-kabupaten lainnya?

Masalah biaya hidup yang tinggi secara tidak langsung juga mempengaruhi psikologis penduduk Wamena. Ketika mereka sedang pergi –berlibur atau mudik- ke Jayapura, Makassar, atau bahkan Surabaya rasa-rasanya uang di dompet makin membesar, tak habis-habis. Kondisi yang sangat berbeda yang mereka alami selama di Wamena. Meski demikian, dari tahun ke tahun pendatang tak pernah habis. Mereka mencoba mengadu nasib dengan berbagai keahlian yang mereka miliki. Ada yang menjadi penjual bakso, jajanan anak, jam tangan, atau bahkan jasa perbaikan sol sepatu. Karena memperoleh penghasilan di Wamena dengan standar harga barang atau jasa yang sudah mahal, mereka mampu terus eksis bekerja. Lho, kan biaya produksinya juga pasti mahal kan? Betul. Namun, margin keuntungan yang bisa mereka dapatkan masih lebih tinggi daripada di tempat lain.

Lain pedagang lain PNS. Profesi yang biasa dikiaskan dengan pelayan publik ini juga banyak digeluti oleh penduduk di Wamena. PNS di Pegunungan dapat dikelompokkan menjadi PNS Pusat, yaitu yang bekerja di satker vertikal kementerian/lembaga dan PNS Daerah yang bekerja di SKPD. Gaji Induk yang diterima tiap bulan oleh kedua jenis PNS ini sama, sesuai PP tentang Gaji PNS yang ditetapkan Presiden. Beberapa PNS Pusat mendapat tunjangan tambahan karena bekerja di Kementerian/Lembaga yang telah mendapatkan remunerasi. Namun, seperti yang umum diketahui, remunerasi ini bukan bersifat lokal, tetapi merata diberikan kepada seluruh PNS dalam kementerian tersebut. PNS Daerah berbeda, meski tidak mendapatkan remunerasi, tetapi mereka mendapatkan tunjangan yang sifatnya lokal yang sering disebut dengan insentif. Insentif yang ditetapkan oleh Bupati ini tentunya sudah memperhitungkan indeks harga barang dan biaya hidup yang harus ditanggung oleh PNS tiap bulan. Yang penulis ketahui, untuk PNS Pemda Jayawijaya, golongan II dapat mengantongi insentif sebesar Rp 5.000.000,- per tiga bulan. Nilai yang sangat cukup menyejahterakan. Nilai ini bisa lebih tinggi lagi di Kabupaten lain yang lebih terpencil.


Seperti yang kita ketahui, dalam pemerintahan SBY yang hampir sembilan tahun, tiap tahun gaji PNS selalu dinaikkan. Data KPPN Wamena mencatat ada beberapa satker yang merupakan PNS Pusat di Pegunungan Tengah Papua, yaitu satker dari Mahkamah Agung, Kemenag, Lapas, Kejaksaan, Kemenkeu, Kemenhub, Kemenhut, PU, Polri, KPU, BPS, dan LPP RRI. Jika anda bertanya kepada PNS dari satker-satker tersebut, satu hal yang sebenarnya mereka sesalkan adalah tentang tidak pernah dinaikkannya Tunjangan Khusus Papua PNS (511138) dan Tunjangan Daerah Terpencil/Sangat Terpencil PNS  (511135) padahal dua unsur gaji ini melekat di gaji induk yang selalu dibayarkan tiap bulan. Menurut aturan yang mendasarinya, kedua tunjangan ini tidak dihitung berdasarkan persentasi dari gaji pokok seperti tunjangan istri dan anak, tetapi telah ditetapkan nominalnya. Maka ketika selama satu dekade lebih tidak pernah dinaikkan nominalnya, pantaslah mereka mengeluh. Berbeda dengan PNS Daerah yang mendapat insentif, penghasilan yang PNS Pusat terima semuanya sama seperti teman-teman mereka di luar pegunungan tengah jika dikurangi unsur dua tunjangan yang telah penulis sebutkan di atas. Emang berapa toh besarnya? Masih kurang?

apa saja naik pesawat
Jika diamati lebih cermat, harga barang-barang di Pegunungan Tengah Papua masih lebih mahal dari kota-kota pantai Papua seperti Timika, Jayapura, Merauke, Nabire, dll. Faktor penyebabnya adalah tidak adanya jalur transportasi lain selain lewat udara. Bagaimanapun juga, industri pesawat terbang memerlukan modal yang tidak sedikit, sehingga menyebabkan tarif jasanya lebih mahal dari transportasi darat dan laut. Hal ini juga yang menyebabkan hanya PNS Pusat dan Daerah di kota-kota pegunungan tengah yang mendapat Tunjangan Daerah Terpencil/Sangat Terpencil PNS. Sementara untuk Tunjangan Khusus Papua PNS diberikan kepada seluruh PNS Pusat dan Daerah yang berada di Provinsi Papua dan Papua Barat baik di pegunungan maupun di pantai. Memang ada beberapa hasil produksi lokal penduduk pegunungan tengah yaitu barang-barang pertanian seperti beras kualitas sedang, buah, dan sayuran. Namun, penduduk setempat dari tahun ke tahun semakin pintar dan mengerti perdagangan, sekarang ini mereka naikkan harga diluar kewajaran.

Tunjangan Khusus Papua yang terakhir diatur dalam Keppres No. 68 tahun 2002 menyebutkan bahwa kepada PNS, Hakim, Anggota TNI, dan Anggota POLRI yang bekerja/bertugas pada daerah provinsi Papua di atas penghasilan yang berhak diterimanya, diberikan tunjangan khusus provinsi Papua setiap bulan. Keppres yang ditandatangani oleh Ibu Megawati Soekarnoputri itu menetapkan besaran nominal Tunjangan Khusus Papua bagi PNS sebagai berikut:



Gol/Ruang

PNS

Gol/Ruang

PNS


I/a

200,000

III/a

425,000


I/b

225,000

III/b

450,000


I/c

250,000

III/c

475,000


I/d

275,000

III/d

500,000


II/a

300,000

IV/a

525,000


II/b

325,000

IV/b

550,000


II/c

350,000

IV/c

575,000


II/d

375,000

IV/d

600,000


Keppres tentang Tunjangan Khusus Provinsi Papua yang ditetapkan tanggal 31 Agustus 2002 dan mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya ini sampai sekarang belum dilakukan perubahan. Barangkali nilai uang dari tunjangan ini sangat tinggi pada tahun itu, tetapi seakan tak begitu berarti di tahun 2013. Dengan diterbitkannya Keppres ini maka Keppres Nomor 31 tahun 1985 tentang Tunjangan Khusus Irian Jaya tidak berlaku lagi, besaran dari Keppres Nomor 31 tahun 1985 dihitung dari presentase terhadap gaji pokok, sebagai berikut:
1.      Golongan I sebesar 63%,
2.      Golongan II sebesar 70%,
3.      Golongan III sebesar 76%, dan
4.      Golongan IV sebesar 79% dari gaji pokok.

Pemakaian presentase seperti yang dulu menurut hemat penulis tampak lebih manusiawi daripada jika menggunakan tarif nominal tetapi tidak pernah dirubah. Perubahan tiap tahun menjadi sulit dilakukan karena ditetapkan oleh Presiden yang saat ini dikenal dengan Peraturan Pemerintah. Menteri Keuangan Agus D.W. Martowardodjo saat berkunjung ke Makassar, pernah menyinggung hal ini, kurang lebih beliau mengatakan bahwa seandainya besaran tunjangan Papua hanya ditetapkan dengan PMK, saat itu juga beliau siap menandatangani. Karena harus diatur dengan PP, beliau hanya mampu mengusulkan.

Tunjangan Khusus Wilayah Terpencil mengalami nasib serupa, bahkan lebih parah lagi. Tunjangan ini terakhir kali diatur dalam Keputusan Presiden Nomor: 34 tahun 1996 tentang Tunjangan Pengabdian bagi Pegawai Negeri yang bekerja dan bertempat tinggal di Wilayah Terpencil di Provinsi Daerah Tingkat I Riau, Kalimantan Tengah, Maluku, dan Irian Jaya. Keppres ini tidak menyebutkan detil penetapan daerah/desa mana saja yang bisa disebut terpencil, tidak menyebut tata cara pembayarannya, pun tidak pula menyebutkan besarannya. Daerah-daerah yang dinyatakan terpencil ditetapkan tersendiri dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 136-49 tahun 1997 tanggal 15 April 1997, sedangkan pedoman pembayaran diatur dalam Keputusan Bersama Menkeu, Mendagri, Menhankam, dan Kepala BAKN Nomor 677/KMK.03/1996, Nomor 179A tahun 1996, No. KEP/09/X/1996, dan Nomor 37A tahun 1996 tanggal 25 Oktober 1996, khusus pembayaran di Provinsi Papua berpedoman pada Keppres 13 tahun 1992 –aturan tunjangan terpencil sebelumnya- sebagaimana diatur dengan Surat Bersama Direktur Jenderal Anggaran dan Direktur Jenderal PUOD No. S-3190/A/44/0796 dan No. 841/1941/PUOD tanggal 31 Juli 1996. Lalu, untuk besaran tunjangan penulis hanya dapat menemukan aturan yang mengaturnya bagi wilayah terpencil di Provinsi Daerah Tingkat I Irian Jaya yaitu Surat Bersama Direktur Jenderal Anggaran dan Direktur PUOD nomor: SE-83/A/43/0697, nomor: 841.81/1674/PUOD tanggal 27 Juni 1997 dengan nominal sebagai berikut:

1.                Golongan I sebesar Rp 75.000,
2.                Golongan II sebesar Rp 100.000,
3.                Golongan III sebesar Rp 125.000, dan
4.                Golongan IV sebesar Rp 150.000.

Sama nasibnya dengan Tunjangan Khusus Papua, tunjangan yang dengan blak-blakan menggunakan kata “pengabdian” ini juga belum diubah sampai sekarang. Bayangkan saja, uang yang mungkin ada artinya di tahun 1997 itu jika digunakan pada tahun 2013 ini langsung habis hanya untuk makan dalam sehari. Penulis juga masih ingat pada tahun itu uang logam Rp25,- adalah mata uang terkecil yang masih beredar. Bandingkan dengan sekarang yang nilai terkecilnya adalah Rp100,- . Bahkan di Jayawijaya, saat ini uang koin/logam Rp 500,- ataupun Rp 1000,- sudah tidak dipakai lagi.

Entah sampai kapan usaha PNS di pegunungan tengah  akan menemui hasil. Mungkin tahun depan, atau beberapa tahun ke depan, atau malah baru berubah ketika kami sudah pindah. Untuk mengupayakan peningkatan Tunjangan Khusus Papua ini KPPN sebagai perwakilan dari Kemenkeu juga telah berperan aktif menyampaikan masalah ini ke Menteri Keuangan bersama dengan KPPN lain se-Papua, dengan jawaban seperti yang sudah disampaikan sebelumnya. Sementara itu, mengenai Tunjangan Daerah Terpencil/Sangat Terpencil, kami bersama-sama dengan satker vertikal lain juga hampir setiap tahun menandatangani usulan perubahan kepada Bupati Jayawijaya untuk diteruskan ke Pemerintah melalui Mendagri. Namun, sampai sekarang belum menemui hasil. Padahal besaran Tunjangan Daerah Terpencil/Sangat Terpencil di atas hanya diatur dengan Surat Bersama antara Direktur Jenderal Anggaran dan Dirjen PUOD bukan PP.

Komplikatif, itulah yang dirasakan oleh PNS Pusat di Pegunungan Tengah Papua ini. Selain masalah harga barang dan jasa yang berbeda jauh dari tempat lain di Indonesia, juga masalah keamanan dan mahal-sulitnya transportasi. Anda ingin kami menabung biar hemat? sudah tentu kami lakukan. Akan tetapi, uang hasil tabungan itupun langsung terkuras saat kami yang merupakan pendatang ingin sekali dua kali menemui sanak famili di Pulau lain. Bukan berniat membandingkan atau bahkan iri hati, tetapi penghasilan PNS Pusat yang masih bertarif “Jawa” ini kalah jauh dengan PNS Daerah atau bahkan tertinggal dari pedagang/pengusaha yang sudah bertarif “Papua”. Kenyataannya, beberapa PNS Pusat di Kabupaten-Kabupaten yang lebih terpencil seperti Puncak Jaya -yang sudah sulit atau tidak memungkinkan mutasi lagi- mengajukan diri untuk pindah menjadi PNS Daerah. Jika masih di vertikal, tak bisa hidup katanya.

Lahirnya Peraturan Pemerintah No. 94 tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim yang berada di bawah Mahkamah Agung cukup membuat penulis geleng-geleng kepala. PP itu dengan gamblang menyebutkan bahwa Hakim yang berada di Zona III yaitu Halmahera (Maluku), Wamena (Papua), dan Tahuna (Sulawesi Utara) mendapatkan Tunjangan Kemahalan sebesar Rp 10.000.000,- tiap bulannya. Kalau PP ini bisa diterbitkan –dan entah siapa yang mengusulkan, mengapa PP pengganti dari Keppres No. 68 Tahun 2002 dan Keppres No. 34 tahun 1996 belum juga diubah?

Komentar

  1. Yang sabar gan, ane aja malah belum penempatan padahal udah 8 bulan lulus -______-

    BalasHapus
  2. Tulisan ini sepertinya ditulis dengan hati, makanya saya sebagai pembaca sampai tersentuh. Bagus sebagai gambaran untuk teman-teman lain di seluruh Indoneisa agar lebih bersyukur. Atau bahkan lebih 'berani' memilih menentukan nasibnya sendiri seperti komen di atas ane yang 8 bulan tidak ada kabar itu. :)

    BalasHapus
  3. @anonim: InsyaAllah. kami hanya bisa berusaha, bagaimana mungkin ada yang tertarik ke Papua jika masalah kesejahteraannya tidak pernah dibahas oleh pimpinan? memperhatikan Papua bukan hanya suku asli, tetapi mereka yang lahir dan besar di sana, atau yang bertugas di sana. Semoga segera penempatan bro..
    @trianfe : ditulis pakai tangan kok bro. menentukan nasib? saya masih dibutuhkan di sini

    BalasHapus
  4. cocok ni di pulblish di web kemenkeu. ayo mas coba di link kesana..

    BalasHapus
  5. naikkan tunjangan pelosok sesuai laju inflasi

    BalasHapus
    Balasan
    1. brrt enakan pns daerah daripada pns pusat untuk wilayah papua ya gan? kab.pegunungan arfak gimana transportasinya?

      Hapus

Posting Komentar