Alasan Lugu Jadi Pengusaha

Pada suatu kelas Kewirausahaan di sore yang mendung, terjadi diskusi yang dipancing oleh sang dosen.

"Farah, kamu sebenarnya ingin jadi pengusaha itu kenapa?", tanya sang dosen.

"Gini lho pak, jawab Farah. "Saya sebenarnya menghindari bekerja di pemerintahan, supaya tidak berdekatan dengan hal-hal berbau korupsi gitu".

"Oh jadi gitu, kalau kamu Gun, kamu juga katanya mau jadi pengusaha, sebenarnya apa motivasi kamu?, sang dosen masih tampak belum puas.

"Jadi pengusaha itu menurut saya enak, Pak. Bisa bebas mengatur waktunya". Jawab Gunawan.

_____

Cerita di atas benar terjadi, meski dengan nama samaran dan kata yang mungkin tidak sama persis dengan aslinya. Namun, ada dua catatan penting:

1. Bekerja di Pemerintahan dekat dengan korupsi
2. Menjadi Pengusaha mempunyai banyak waktu.

Mari kita cermati bersama kedua hal di atas.

1. Bekerja di pemerintahan dekat dengan korupsi. Apa benar demikian?
Sudah bukan hal tabu lagi membicarakan birokrasi negeri ini yang masih jauh dari harapan. Pungutan liar, gratifikasi, sogok menyogok, dan KKN menjadi pemberitaan di berbagai media. Hingga sikap generalisasi dan justifikasi menjadi wajar adanya. Namun, apakah tidak ada yang benar-benar suci di birokrasi kita? Ternyata ada. Pada tataran kebijakan pimpinan, pemerintah dalam hal ini pusat maupun daerah tentu berlomba-lomba menyusun sistem anti korupsi bersamaan dengan isu good governance (tata kelola pemerintahan yang baik) yang semakin gencar dihembuskan di seluruh dunia. Namun, di lapangan tentunya tidak semulus yang dikira. Entah itu karena tingkat kesungguhan pimpinan yang masih setengah-setengah (matanya ijo juga), SDM yang sudah berpola pikir KKN, maupun sistem yang banyak kekurangan. Akhirnya hanya instansi yang bersungguh-sungguh melakukan reformasi yang bisa dikatakan mendekati bersih. Salah satunya adalah Kementerian Keuangan, yang meraih penghargaan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas Korupsi, dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani Unit Kerja Pelayanan di lingkungan Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah Tahun 2015.  Ini adalah prestasi yang kesekian kalinya. Meski tak dipungkiri, masih banyak yang harus dibenahi dari instansi bendaharawan negara ini. Logika kedua, semakin licin suatu jalan semakin mudah ia terjatuh. Sebenarnya memang selama ini yang menjadi penyebab utama di berbagai sektor layanan publik adalah sistem layanan yang lemah dan rentan terhadap tindakan koruptif. Jangankan mengutamakan kepuasan yang dilayani, bahkan kalau perlu bisa mendapat sesuatu dari yang dilayani. Kita harus yakin, bahwa ini semua bisa dibenahi asal punya tekad. Masalah semakin rumit, jikalau para penerus justru sudah kalah sebelum bertanding dan menjauhi instansi, padahal ia berpotensi untuk memperbaikinya.


2. Menjadi Pengusaha mempunyai banyak waktu. Benarkah demikian?
Sejauh yang saya ketahui, tidak ada bisnis yang sukses dalam waktu semalam. Memangnya Bandung Bondowoso? Gitu aja Bandung bikin candi pakai modal tenaga kerja, yaitu para jin. Lha kita?. Semudah apapun bentuk bisnisnya, pasti tetap akan menguras tenaga dan waktu pada awalnya. Selalu terpikir bagaimana sumber modalnya, memesan suplly dengan lebih murah, memproduksi barang/jasa dengan efisien, memanaj SDM nya, menentukan harga yang terjangkau, mempromosikan yang tepat, dan seabrek hal-hal yang mau tak mau bikin kita kepikiran terus. Lagipula, misalnya kita jualan barang dan lagi gencar-gencarnya dipromosiin, eh ternyata kita main tutup toko karena lagi capek. Kira-kira pelanggannya banyak yang kabur gak? Mereka akan berpikir, "ini toko belum dapet penggemar aja udah mengecewakan". Memang, seharusnya bisnis yang sudah mapan (biasanya setelah melewati dua tahun), founder atau owner nya akan lebih bebas dalam mengatur waktu, karena kereta bisnisnya bisa jalan sendiri di rel yang sudah seharusnya. Namun, ketika berpikir menjadi pengusaha karena alasan itu? tunggu dulu... Meskipun sudah jalan sendiri pun, owner akan berpikir buka cabang baru, melakukan perubahan, mengurangi/menaikkan harga melihat kondisi perekonomian, mengatur strategi menghadapi banyak pesaing baru, dsb. Jadi, benarkah menjadi pengusaha akan mempunyai banyak waktu? Ya, tapi relatif. Kalau ingin jualannya tidak ingin meledak (ya jangan jual mercon), tidak berkembang, bahkan layu sebelum berkembang (judul lagu siapa nih...), atau tergerus dengan zaman (seperti N*kia), mungkin alasan itu banyak benarnya.

____

IMHO (in my humble opinion), mau jadi pengusaha, karyawan swasta, PNS, atau apapun profesinya faktor utama dan pertama yang diinginkan tentunya adalah penghasilan. Ketika kita tidak dapat atau tidak pantas lagi bergantung pada orang tua, maka mendapatkan penghasilan sendiri adalah tuntutan. Ketika kita sudah bisa mandiri untuk menghidupi diri sendiri -dan nantinya pasangan kita- dengan harta yang halal berarti pekerjaan kita sudah baik. Nah, baru setelah kebutuhan pertama kita tercukupi, kita akan memikirkan motif-motif lain yang lebih kita sukai seperti dekat dengan keluarga, bermanfaat bagi orang lain, dsb. Namun, penetapan motif yang kurang tepat bisa jadi boomerang karena menyempitkan pilihan kita.

Sekian dan terima kasih. CMIIW. Saya pun masih belajar jadi pengusaha. :-)



Komentar